Sedikit bahasan ringan mengenai bahaya lisan sekedar mengingatkan kita semua agar lebih berhati-hati dengan lisan, jangan sampai digunakan untuk melukai, menghina, mencaci, mengejek, menggunjing orang lain, apalagi ditujukan pada saudara muslim, dulur iman.
Ada satu kondisi, dimana diam itu emas jika diamnya adalah dari membicarakan orang lain, atau diamnya dari berbicara yang sia-sia "lahan" atau berbau maksiat menghindari hal yang melanggar aturan QH.
Alloh Ta’ala berfirman,
وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ
“Kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Alloh adalah besar.” (QS. An Nur: 15).
Orang-orang biasa menganggap suatu perkara ringan. Namun, di sisi Alloh perkara itu dosanya teramat besar.
Sesungguhnya karena sebab lisan, seseorang bisa terjerumus dalam jurang kebinasaan. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’adz bin Jabal rodhiyallohu ‘anhu,
أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ. قُلْتُ بَلَى يَا نَبِىَّ اللَّهِ قَالَ فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ قَالَ كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا. فَقُلْتُ
يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ فَقَالَ ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِى النَّارِ عَلَى
وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ.
“Maukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?” Jawabku: “Iya, wahai Rosululloh.” Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda, “Jagalah ini”. Aku bertanya, “Wahai Rosululloh, apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?” Maka beliau bersabda, “Celaka engkau. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka selain ucapan lisan mereka?” (HR. Tirmidzi no. 2616. Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shohih)
Oleh sebab itu maka hendaklah seseorang berpikir dulu sebelum berbicara. Siapa tahu karena lisannya, dia akan dilempar ke neraka.
Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِى بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِى النَّارِ
“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan suatu kalimat yang dia anggap itu tidaklah mengapa, padahal dia akan dilemparkan di neraka sejauh 70 tahun perjalanan karenanya.” (HR. Tirmidzi no. 2314. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib)
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ
مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ
“Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dia pikirkan lalu Alloh mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Alloh murka dan tidak pernah dipikirkan bahayanya lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam.” (HR. Bukhori no. 6478)
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا يَهْوِى بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
“Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat.” (HR. Muslim no. 2988)
Ini semua merupakan dalil yang mendorong setiap orang agar selalu menjaga lisannya sebagaimana Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa beriman kepada Alloh dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah.” (HR. Bukhori no. 6018 dan Muslim no. 47).
Oleh karena itu, sudah seharusnya setiap orang yang berbicara dengan suatu perkataan atau kalimat agar merenungkan apa yang akan ia ucap terlebih dahulu. Jika memang ada manfaatnya, barulah ia berbicara. Jika tidak, hendaklah dia menahan lisannya "diem".
Tidak ada perkataan yang bersifat pertengahan antara bicara dan diam. Yang ada, suatu ucapan itu boleh jadi adalah suatu kebaikan sehingga kita pun diperintahkan untuk mengatakannya. Atau boleh jadi suatu ucapan itu mengandung kejelekan sehingga kita diperintahkan untuk diam.
Jika berkata (dalam kebaikan) adalah perak, maka diam (dari berkata yang mengandung maksiat) adalah emas.
Diam itu lebih baik daripada berbicara sia-sia bahkan mencela atau mencemooh yang mengandung maksiat.
Itulah manusia, ia menganggap perkataannya tidak berdampak apa-apa, namun di sisi Allah bisa jadi perkara besar.
Sekedar mengingatakan diri yang kadang masih juga tergelincir pada sifat meremehkan...